Old school Swatch Watches
Home
Baca pelbagai tips dan info tentang Tamasya disini mulai dari Liburan di taman safari, gunung, museum dan lain-lain

Ini dia Cerita Perihal Toleransi Suku Tengger di Lereng Gunung Bromo

Umat Hindu, Buddha dan Islam di lereng gunung Bromo, menempatkan agama sebagai keyakinan individu, melainkan mereka aktif bersama dalam melestarikan adat adat istiadatnya.

Dukun Sepuh suku Tengger Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kab. Malang, Sutomo menasihati seekor kerbau, diiringi bocah desa setempat.

Sedangkan pemuda dan orang tua menyiapkan daerah penyembelihan kerbau untuk sesaji. Mereka tengah menyiapkan sesaji untuk upacara Unan-unan - sebuah upacara yang digelar lima tahun sekali. Usai kerbau disembelih, daging diolah untuk sesaji di rumah Kepala Desa Mujianto.

Giliran ibu-ibu yang berprofesi mengolah daging kerbau dan menyiapkan aneka sesaji yang akan persembahkan dalam upacara Unan-unan. Terdiri dari 100 tusuk sate daging kerbau, 100 jajanan pasar dan 100 tumpeng. Sementara kepala, kulit dan kaki dibiarkan utuh. Seluruh sesaji dihias dengan bunga di atas ancak atau keranda bambu.

"Umat Islam ya tetap puasa ketika ini," kata Dukun Utomo. Suku Tengger beralamat di kaki Gunung Bromo. Berada di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Suku Tengger menetap dan tinggal secara turun temurun di sekitar kaki Gunung Bromo yang zonanya berada di Kab Malang, Kab. Lumajang, Kab Pasuruan dan Kabupaten Probolinggo.

Beranjak siang, sejumlah umat Hindu mengenakan baju rapi. Lelaki mengenakan kain, berkemeja dan udeng. Meskipun perempuan mengenakan kain jarik, dan berkebaya. Sembari membawa membawa sesaji aneka buah di dalam nampam. Mereka melintas di jalan utama desa setempat menuju Pura Sapto Argo.

Jumlah umat Hindu di Ngadas sebanyak 144 jiwa atau sekitar 10 persen dari populasi penduduk sebanyak 2013. Padahal 50 persen umat Buddha dan 40 persen beragama Islam. Umat hindu duduk bersimpuh di depan pura, mereka khusuk beribadah hari raya galungan. Ritual persembahyangan dipimpin pemuka agama Hindu setempat.

Sementara tak jauh dari Pura, umat Buddha Jawa Sanyata tengah menyiapkan sembahyang Reboan tiap hari Rabu di Vihara setempat. Sedangkan umat Islam tengah beribadah puasa dan salat dzuhur di musala dan mesjid setempat.

"Toleransi sudah mendarah daging, natural. Mencontoh pesan leluhur, orang tua secara turun temurun. Pesan orang tua lebih tinggi nilainya dibandingkan guru spiritual," kata Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Ngasa, Muncul Oerip. Pesan leluhur menempel, dijaga dan diamalkan sampai sekarang.

"Hari ini istimewa," kata Timbul, lantaran ketiga umat Hindu merayakan Galungan, Buddha merayakan Waisak dan umat Islam tengah beribadah puasa. "Galungan, Waisak dan puasa berurutan. Dilanjutkan seluruh umat mengikuti upacara Unan-unan untuk memuja Kuasa minta keselamatan."

Ketiga umat, lanjutnya, juga bergotong-royong membantu progres pembangunan masing-masing daerah ibadah. Vihara dibangun 1985, disusul Pura pada 1986 dan mesjid dibangun 1987. Segala umat berbaur, bersama-sama membantu pembangunan sarana ibadah hal yang demikian. Mereka mencontoh pesan orang tua untuk menjaga kekerabatan lintas iman dan hidup rukun.

Walaupun upacara adat sekalian menjadi lem ketiga agama. Upacara hal yang demikian meliputi Karo, Unan-unan, Barikan, dan Yadnya Kasada.
Back to posts
Comments:
[2018-07-02] Cecelia :

online slots pay by phone bill
safe online casino uk
99 slots no deposit bonus 2016
gambling addiction belfast
online casino 3 reel slots

[2018-07-01] Porter :

casino online for fun
casino games free
casino online for fun
best us casinos online

[2018-07-01] Michelle :

casino games
casino online
casino g
best us casinos online

[2018-07-01] Florida :

online casino forum
no deposit bonus high noon casino
free bet grand national 2016
real gambling games online
online slots australia real money


UNDER MAINTENANCE